Rabu, 16 Maret 2011

Budaya Ziarah Kubur Di Makam Sunan Ampel Surabaya

KEBUDAYAAN ZIARAH KUBUR DI MAKAM 
SUNAN AMPEL SURABAYA
          

 Sebelum mengenal lebih jauh tentang kebudayaan ziarah kubur dimakam sunan ampel Surabaya, alangkah baiknya kita mengulas terlebih dahulu tentang sejarah sunan ampel dan sekeliling makam sunan ampel (Raden Rahmat).

1.     Sunan Ampel
Beliau putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya Beliau dikenal dengan nama Raden Rahmat. Beliau lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana beliau lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian  dari kota surabaya. Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.

Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu beliau dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Beliau pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, Beliau membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula beliau merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura. Para santri yg belajar pada Sunan Ampel bukan hanya dari kalangan pembesar Majapahit saja. Banyak juga dari rakyat biasa, baik dari lingkungan Majapahit maupun dari wilayah lain. Bahkan pada 1470, datang pemuda Persia (Iran) yang bernama Ali Saksar untuk ikut belajar pada Sunan Ampel. Pemuda itu kemudian dikenal sebagai Syeikh Siti Jenar.
 Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, beliau hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” Yaitu :
1. Moh main (tidak mau main judi)
2. Moh minum (tidak mau minum yg memabukkan)
3. Moh maling (tidak mau mencuri, dan korupsi)
4. Moh madat (tidak mau menghisap candu)
5. Moh madon (tidak mau berzina)

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya. Keistimewaan Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Beliau pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M. Waktu itu misi beliau adalah memperbaiki moral bangsawan dan rakyat Majapahit yang rusak berantakan setelah ditinggal mati Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada.

2.      Masjid Agung Sunan Ampel
Dibangun pada tahun 1421, lokasinya di kelurahan Ampel, kecamatan Pabean Cantikan, daerah Surabaya utara.
Didesain dengan arsitektur Jawa kuno, menggunakan atap tumpang tiga, tidak memiliki kubah seperti bangunan Rusia atau timur tengah. Memiliki 16 tiang penyangga dari kayu jati, masing2 berukuran 17m, dengan diameter 60cm. Yang menarik dari tiang2 penyangga itu adalah ‘tanpa sambungan’, sehingga menimbulkan misteri yg sampai sekarang masih belum terjawab: Bagaimana mendatangkan kayu2 sebesar itu dari asalnya ke Ampel? Waktu itu kan semuanya masih sangat sederhana, belum ada alat transportasi atau konstruksi modern.
Di sebelah barat masjid, ada makam Sunan Ampel, beserta para sahabatnya, dan para syuhada haji. Di dekat pintu masuk makam ada sejumlah gentong berisi air minum, dari sumur yang konon tidak pernah kering, di bawah masjid.
Di kampung ampel, sekitar kompleks Masjid Agung Sunan Ampel, terdapat 5 gapura (sebagai simbol Rukun Islam):
1. Gapura Peneksen (Syahadat, bersaksi tiada tuhan selain Allah SWT)
2. Gapura Madep (Sholat, melaksanakan sholat menghadap kiblat)
3. Gapura Ngamal (Zakat, menunaikan zakat atau shodaqoh bagi yang mampu)
4. Gapura Poso (Puasa, puasa seperti di bulan suci ramadhan)
5. Gapura Munggah (Haji, menunaikan haji bagi yang mampu)

3.      Mbah Bolong dan kiblat
Shonhaji adalah murid Sunan Ampel. Pada waktu pembangunan masjid, Shonhaji yang menunjukkan arah kiblat. Arah kiblat itu kemudian dijadikan referensi konstruksi masjid.
Setelah masjid jadi, para sahabat masih meragukan akurasi kiblat Masjid Agung Sunan Ampel. Maka Shonhaji kemudian melubangi dinding di sebelah kanan tempat imam, lalu berkata “Lihat lubang ini, ka’bah dapat terlihat”. Dan ternyata benar para sahabat dapat melihat ka’bah melalui lubang itu. Sejak itu Shonhaji dikenal sebagai ”Mbah Bolong”

4.      Mbah Sholeh dan sembilan makam
Mbah Sholeh adalah tukang sapu Masjid Agung Sunan Ampel di masa hidupnya Sunan Ampel. Bila menyapu sangatlah bersih, sehingga orang yg bersujud di masjid tidak merasa ada debu di dahinya.
Ketika Mbah Sholeh wafat, beliau dimakamkan di sebelah timur masjid. Kemudian ketika masjid menjadi kotor, Sunan Ampel sempat bilang “Bila Mbah Sholeh masih hidup, bersihlah masjid ini”. Mendadak Mbah Sholeh ada di tempat imam, sedang menyapu. Beberapa bulan kemudian Mbah Sholeh wafat dan dimakamkan persis di sebelah makamnya yg dulu. Kejadian berulang, dan ucapan Sunan Ampel pun keluar lagi. Sehingga Mbah Sholeh muncul lagi.
Setelah makam Mbah Sholeh ada delapan, Sunan Ampel wafat. Beberapa bulan kemudian Mbah Sholeh wafat. Dan tidak muncul lagi. Sehingga total makam Mbah Sholeh ada sembilan.
Tanggung jawab kita sebagai generasi penerus
Lalu gimana cara kita menghormati Sunan Ampel, dan para wali lainnya? Tentu dengan melanjutkan perjuangan mereka, memelihara hasilnya, mengembangkan dan melestarikannya. Juga berdoa pada Allah SWT, semoga amal perjuangan mereka dan jerih payah mereka diterima oleh-Nya dan mendapat imbalan pahala sebaik-baiknya.

5.      Wisata kuliner kampung arab
Ampel Denta dikenal sebagai Kampung Arab Surabaya. Macam-macam masakan Arab gampang ditemui di Ampel. Salah satunya, di jalan Kyai Haji Mas Mansyur ada depot Al-Mutlik. Depot Al-Mutlik sebenarnya tidak hanya menjual masakan Arab saja, tapi masakan Jawa juga. Tapi tentu saja olahan daging kambingnya yang ala Arab itu lebih terkenal.
Reputasi Al-Mutlik sudah lama terkenal, bahkan dapat predikat ‘Mak Nyus’ dari Pak Bondan Winarno (Wisata Kuliner, TransTV). Juga predikat ‘Ajiiib…’ dari Fauzi Baadila (Nikmatnya Dunia, SCTV).
Satu porsi nasi kebuli Al-Mutlik dilengkapi gorengan iga kambing yang lumayan generous. Volumenya ‘cukup’ lah untuk ukuran rata-rata laki-laki. Mungkin mengenyangkan untuk perempuan. Rasanya juga lumayan nendang, tapi mungkin agak spicy untuk lidah bule.
Nah yang mengejutkan adalah harganya, cuman 8.000 rupiah. saya pikir masih cukup fair kalo sajian seistimewa itu dinilai 16.000 rupiah. Menu lain yang boleh dicoba: Roti Maryam. 3.000 rupiah saja sepotongnya.
Kalau sempat ke Ampel, boleh  eksplorasi lebih lanjut depot-depot makan di sekitar jalan Nyamplungan dan Kyai Haji Mas Mansyur. Banyak yang menarik disana.  
6.      Kebudayaan Ziarah Kubur Dimakam Sunan Ampel
Setelah mengetahui sejarah tentang sunan ampel dan lingkungan sekitar makam sunan ampel, maka sekarang kita baru mengetahui kebudayaan ziarah kubur di makam sunan ampel yang ada di Surabaya. 
Di dalam berziarah kubur di makam sunan ampel ada tata tertib atau peraturan tersendiri dalam berziarah yaitu :
1.      Setiap penta’ziyah yang rombongan harus lapor ke sekretariat agar memudahkan pencarian anggota rombongan yang terpisah.
2.      Setiap penta’ziyah harus melepas sandal atau sepatu di serambi makam karena di dalam makam tempatnya suci.
3.      Setiap penta’ziyah tidak boleh ramai dengan sendirinya (membuat gaduh).
4.      Setiap penta’ziyah harus keluar 10 menit sebelum adzan.
5.      Setiap penta’ziyah tidak boleh berziarah pada waktu shalat berlangsung.
6.      Dll.

Meskipun dalam berziarah ada tata tertibnya namun terkadang banyak penta’ziyah yang tidak mematuhi tata tertib tersebut bahkan ada penta’ziyah yang belum tahu tentang tata tertib tersebut. Seperti yang saya temui salah satu seorang Rombongan jamaah masjid Al-Amin (bpk. Samsul) waktu meneliti di makam sunan ampel. Ternyata beliau dan rombongannya tidak lapor dulu ke sekretariat makam sunan ampel. Dan ketika saya tanya ”mengapa bapak kok tidak lapor dulu k’bagian sekretariat...?”. Pak Samsul menjawab”Lho memangnya harus lapor dulu, dek..?”. Terus saya menjawab ”I yaw pak, setiap rombongan diharuskan lapor k’sekretariat untuk memudahkan pencarian anggota rombongan yang terpisah”. Jawab pak Samsul ”Ooowh, begitu ya dek...”.

Makam sunan ampel tidak pernah sepi. Hampir setiap hari pengujung atau penta’ziyah memadati makam sunan ampel tepatnya pada hari libur seperti hari minggu dan hari-hari libur lainnya. Bahkan kalau hari kamis malam jum’at legi (kalender jawa) makam sunan ampel sangat ramai dan sangat sesak. Dan hampir semua jalan di ampel terpenuhi oleh ribuan orang yang ingin berta’ziyah ke makam sunan ampel.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar